Semua berawal dari mimpi …
Tuhan adalah penyempurna yang Maha sempurna. Pada kalimat hati yang selama bertahun hanya menjadi lafaz doa yang kadang kelu untuk terucap, waktupun tiba juga pada detik yang kupeluk. Menapak jejak setapak demi setapak, menyulam mimpi satu persatu. Merajut asa dalam teguhnya keyakinan yang coba kubangun tanpa kenal kata menyerah bahwa Tuhan akan selalu menjawab setiap pinta, hanya waktunya saja yang menjadi misteri.
Pada terik yang menyengat, disela izin yang ternyata begitu susah untuk kudapat sekedar rehat sejenak dari rutinitas tapi tak ayal menunaikan kewajiban tetap menjadi hal penting yang tak boleh terabaikan. Akhirnya sampai jua di rumah makan Biyung, dimana janji mimpi akan segera kujemput. Debaran itu kian nyata. Perasaan yang tak mampu kuterjemahkan dengan lugas. Telaga bening nyaris saja tak kuasa terbendung saat aku dapat melihat dan memeluk dengan nyata sosok yang selama ini sangat aku kagumi. Bukan saja karya-karyanya yang luar biasa menghipnotis tentang ajaran kehidupan, tetapi ketangguhannya, semangat tak kenal menyerahnya juga dedikasinya yang sangat tinggi terhadap dunia literasi. Dia adalah teladan yang mengajarkan kita bagaimana menghargai sebuah karya. Bunda Pipit Senja, wanita hebat yang menularkan virus menulisnya ke seluruh penjuru tanpa pamrih. Ini adalah kado ramadan yang manis untukku.
30 Juli 2012, hari bersejarah yang tak terlupakan
Setelah Bulan Juni lalu resmi naik cetak, akhirnya hari ini Novel “Lelaki, Kutunggu Lelakumu” dapat aku perkenalkan kepada para sahabat juga seluruh pembaca dalam launching. Ini adalah novel duet pertama yang kutulis bersama Mbak Dian Nafi. Setelah perjuangan panjang akhirnya Tuhan memberi kami senyum manis yang sarat makna. Novel ini adalah sebuah perjuangan sebab kami tak pernah bersua dalam nyata. Bahkan hingga detik ini aku belum pernah bertemu dengan Mbak Dian Nafi. Proses kreatif yang kami lewati bukan hal mudah. Dengan rutinitas yang cukup menyita waktu, aku hanya bisa bertemu Mbak Dian di malam hari. Meski waktu luang yang tersisa demikian sempit tapi kami selalu menganggap bahwa menulis bukanlah sebuah sisa waktu. Apa yang kami jalani tak pernah menjadi beban sebab kami telah sangat mencintai dunia literasi. Energi itu sungguh penting, saat kita bersua dengan jiwa yang sarat semangat maka tanpa disadari semangat itu akan menular juga pada kita.
Lelaki, tidak mahal untuk tersenyum.
Baginya, senyum adalah Monalisa. Rahasia jiwa. Monalisa akanlah menjadi sebuah wajah saja atau hanya sebuah karya biasa jika tidak bisa membahasa jiwa. Dan jiwa adalah ruang sahaja manusia. Bejana bagi kemurnian saripati kehidupan.
Lelaki, hiduplah dalam hidupmu. Untuk dirimu dalam wanitamu. Hidupmu yang menghidupkan kehidupan.
(Penggalan Novel “Lelaki, Kutunggu Lelakumu”)
Semua menjadi tergenapi ketika satu persatu para sahabat datang. Hingga akhirnya tepat jam 15.30 acara dimulai. Ada 2 novel yang dilaunching kali ini. Lelaki, Kutunggu Lelakumu dan Mencari Gadis Galendo karya Dang Aji Sidik dan Kang Achoey El Haris. Melihat seluruh ruangan terisi penuh oleh peserta dari berbagai wilayah, sungguh sebuah kejutan yang sangat manis bagiku. Menatap satu persatu wajah-wajah yang ada di depan. Ada yang telah kukenal namun ada juga wajah-wajah baru yang untuk pertamakalinya aku lihat. Namun senyum yang tersungging dalam sumringah di wajah mereka telah mengalirkan lagi sebuah persahabatan. Bertemu sahabat baru, sebuah cerita baru. Perjumpaan yang indah. Semua karenaNya saja.
Keseruan kian terasa ketika sesi tanya jawab telah dibuka oleh Mas Dhony Firmansyah. Semakin banyak pertanyaan yang diajukan, semakin senang. Sebab antusias mereka adalah sebuah kepedulian yang terbingkai nyata. Sayang, tak semua peserta yang mendapatkan kesempatan untuk itu, sebab sesi selanjutnya harus segera dimulai. Sebuah motivasi menulis dari Bunda Pipit Senja.
Sekali lagi, Tuhan memberiku kejutan indah. Disela-sela mendengarkan apa yang disampaikan oleh Bunda Pipit, seseorang kurasakan mendekat di sisiku. Saat kutengadahkan kepala, subhanallah. Sang novelis nasional “Sinta Yudisia” yang karya-karyanya telah lama kukagumi tampak tersenyum dengan sangat manis. Aku menghambur ke arahnya, ini adalah pertemuan pertama kami. Aku sangat berterima kasih sebab dia dan Mas Riyanto El Harist menjadi dua sosok yang membaca karya ini untuk pertamakalinya. Aku berharap mereka hadir di acara launching novel “Lelaki, Kutunggu Lelakumu”. Tapi Tuhan belum memperkenankan kami berkumpul sebab Mas Riyanto berhalangan hadir.
Azan berkumandang, seluruh jiwa larut dalam takbir akan keMaha BesaranNya. Berbuka bersama sahabat menjadi sajian cinta nan syahdu. Dalam gempita senyum yang merekah disela doa yang berujar, hari ini menjadi semakin lengkap. Tuhan, terima kasih atas karunia indah ini.
Terima kasih juga kepada Ustad Abrar dan team, Teteh Jazim atas kerja cerdasnya, Mas Aji atas duetlaunchingnya, Mas Dhony Firmansyah, Bunda Titi dan Mbak Sari dari Bonektim, Mbak Nunu El Fasa dari IIDN, Mbak Nurul dan Mbak Fransiska dari WR, Mas Izzudin sang “fotografer”, Aswary dan sahabat dari tanah garam, Mbak Indri dan Mas Ari juga si imut Elsi, Mbak ria Fariana, seluruh sahabat UNSA yang telah hadir serta semua peserta yang meluangkan waktu untuk acara ini. Sahabatku Ezar Satria yang masih sempat memberi suntikan semangat dalam pesan singkatnya di detik-detik jelang launching dan Asrul Santoso atas doa dan support dari jauhnya. 6 bidadari yang telah bernarsis ria dengan novel ini, kalian keren banget. Sahabat-sahabat Biyung, masakan kalian enak banget. Terima kasih selalu ada es teh manisnya. Semua puisi yang melengkapi acara, aksara kalian sungguh punya ruh. Terima kasih kepada semua yang tak bisa disebutkan satu persatu.
“Selamat ya, terus berkarya. Jangan pernah berhenti. Menulis membuat kita tetap ada, sekalipun jasad telah terkubur”
Nice spirit … Semoga waktu tak akan pernah membuat kita berhenti untuk menulis dan menebar manfaat kepada sesama. Aamiin.
by : endang